KISAH NABI MUSA AS
Nabi Musa bin Imron
bin Qahat bin Lawi bin Ya’qub beribukan Yukhabad. Beliau manusia yang diutus
oleh Allah SWT untuk membebaskan bangsa Israel dari perbudakan Mesir, dan
menuntun mereka pada tanah perjanjian yang dijanjikan Allah kepada Nabi Ibrahim
AS, yaitu tanah Kanaan. Ia diangkat menjadi nabi sekitar tahun 1450 SM.
Musa bergelar Kalimullah (seseorang yang berbicara dengan
Allah). Musa merupakan figur yang paling sering disebut di Al-Quran, yaitu
sebanyak 136 kali serta termasuk golongan Ulul Azmi.
Nabi Musa harus melewati berbagai macam rintangan sebelum
akhirnya benar-benar menerima mandat sebagai orang yang diutus oleh Allah untuk
membebaskan kaum Bani Israel. Misalnya, hampir dibunuh ketika ia masih bayi,
dikejar-kejar oleh Fira’un, sampai harus menjalani hidup sebagai gembala di
tanah Midian selama 40 tahun.
Nabi Musa as merupakan anak laki-laki Imron bin Yash-har, dan
bersaudara dengan Nabi Harun as serta Miryam. Nabi Musa dilahirkan pada waktu
zaman raja yang sangat zalim yaitu Fir’aun sebagai penguasa Mesir dan disembah
oleh orang-orang Mesir.
Hingga tibalah suatu masa kaum Bani Israel semakin banyak dan
semakin menyebar. Raja Fir’aun yang kafir, bengis dan menganggap dirinya Tuhan
itu melihat bahwa Bani Israel semakin banyak dan semakin berkembang. Pada suatu
malam, Fir’aun bermimpi bahwa mahkota
yang dipakainya hilang (di artikel lain disebutkan bahwa Suatu hari Fir’aun
bermimpi bahwa negeri Mesir habis terbakar, semua rakyatnya mati kecuali
orang-orang Israil yang masih tetap hidup). Untuk mengartikan
mimpi tersebut, Fir’aun memanggil ahli ramalnya. Berdasarkan ramalan, mimpi itu
disebut merupakan pertanda bahwa pada suatu masa kekuasaan raja akan terancam
oleh seorang bayi laki-laki yang sebentar lagi akan dilahirkan. Mendengar arti mimpi
tersebut, Fir’aun kemudian memerintahkan bala tentaranya untuk membunuh semua
bayi laki-laki yang lahir di negerinya.
Namun para penasehat dan pakar ekonomi kerajaan berkata kepada
Fir’aun; Orang-orang tua dari Bani Israel akan mati sesuai dengan ajal mereka,
sedangkan anak kecil disembelih, maka ini akan berakhir pada hancurnya dan
binasanya Bani Israil. Tetapi Firaun akan kehilangan kekayaan dan asset manusia
yang dapat bekerja untuknya atau menjadi budak-budaknya serta wanita-wanita
tidak dapat lagi dimilikinya. Maka yang terbaik adalah, hendaklah dilakukan
suatu proses sebagai berikut: anak laki-laki disembelih pada tahun pertama, dan
hendaklah mereka dibiarkan pada tahun berikutnya. Fir’aun pun setuju dengan
pendapat itu, karena mengganggap pemikiran itu lebih menguntungkan dari sisi
ekonomi.
Ketika ibu Nabi Musa
mengandung nabi Harun, aturan itu belum dilaksanakan dimana anak-anak kecil
laki-laki tidak dibunuh dan para ibu bisa melahirkan dengan terang-terangan.
Namun ketika melahirkan mengandung Nabi Musa, ia berada di tahun dimana
anak-anak kecil harus dibunuh. Sang ibu pun merasa sangat cemas dan ketahukan
yang luar biasa. Ia takut bahwa jangan-jangan anak yang kelak dilahirkannya
akan iktu dibunuh. Ia pun melahirkan Nabi Musa secara diam-diam. Dan untuk
menyembunyikan bayinya, sang ibu pun menyusui secara sembunyi-sembunyi. Lalu
tibalah suatu malah yang penuh berkah, dimana saat itu Allah Yang Maha Esa mengetahui memberi wahyu kepadanya,
sebagai berikut:
“Dan kami ilhamkan kepada ibu Musa: “Susuilah dia dan apabila
kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah
kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati. Karena sesungguhnya kami akan
mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul.”
(Qs 28 : 7)
Mendengar wahyu Allah dan panggilan yang penuh kasih sayang
serta suci itu, ibu Nabi Musa langsung mentaatinya. Lalu ia membuat peti kecil
untuk Nabi Musa as. Setelah menyusuinya, ia meletakkannya di di dalam peti.
Kemudian ia berangkat ke tepi sungai Nil lalu menghanyutkan bayinya di atas
air. Ibu mana yang tega membuang anak yang dilahirkannya, hatinya penuh derita
ketika ia melempar anaknya di sungai Nil. Namun, semua itu ia lakukan karena
merupakan perintah dari Allah.
Beberapa saat setelah hanyut di sungai Nil, Allah memerintahkan
arus sungai Nil agar menjadi tenang dan mengalir lembut demi bayi yang
dibawanya yang kelak akan menjadi Nabi. Sebagaimana Allah Yang Maha Kuasa
memerintahkan kepada api agar menjadi dingin dan membawa keselamatan bagi nabi
Ibrahim as, begitu juga Allah memerintahkan kepada sungai Nil agar membawa Nabi
Musa dengan tenang dan penuh kelembutan sehingga mengarahkannya ke istana raja
Fir’aun. Lalu, air sungai Nil tersebut membawa peti yang berisi Nabi Musa
menuju arah istana raja fir’aun.
Setelah sampai di tepi dekat istana, bayi Nabi Musa ini
ditemukan oleh istri Fir’aun yang kebetulan keluar untuk berjalan-jalan di
kebun istana. Istri raja Fir’aun tidak sama dengan Fir’aun. Wanita itu memiliki
sifat yang amat baik dan lembut. Namun wanita itu merasakan kesedihan yang
dalam karena ia belum mampu melahirkan anak. Ia ingin sekali memiliki
anak. Ketika ia melihat Musa yang hanyut, maka muncullah keinginan untuk
merawat bayi tersebut.
Setelah menemukan bayi itu, istri Fir’aun pun membawanya pulang
ke istana. Ia menggendong nabi Musa yang sedari tadi menangis karena kelaparan.
Di saat yang sama Fir’aun sedang duduk di atas meja makan dan ia
menunggu istrinya yang tak kunjung datang hingga mulai marah lalu
mencarinya.
Tiba-tiba Fir’aun terkejut saat melihat isterinya menggendong
seorang bayi. Kemudian Fir’aun bertanya: “Dari mana datangnya anak kecil ini?”
Kemudian sang istri menceritakan bahwa ia menemukannya di sebuah peti di tepi sungai
dan memerintah prajurit menyelematkan bayi hanyut itu. Fir’aun berkata: “Ini
adalah salah satu anak Bani Israil. Sesuai dengan peraturan, anak-anak yang
lahir di tahun ini harus dibunuh”. Mendengar perkataan dari Fir’aun itu, ia
menangis. Ia memeluk Nabi Musa dengan erat dan memohon agar kali ini
keinginannya merawat bayi itu dikabulkan. Seperti yang tertulis dalam Al
Qur’an:
“Dan berkatalah isteri Fir’aun: “(Ia) adalah penyejuk mata hati
bagiku dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya, mudah-mudahan ia bermanfaat
kepada kita atau kita ambil ia menjadi anak, sedang mereka tidak menyadarinya.”
(Qs. 28:9)
Fir’aun tampak kebingungan melihat tingkah isterinya yang begitu
melindungi bayi yang ia temukan. Fir’aun tampak tak percaya dimana ia tidak
pernah mendapati isterinya menangis karena sekhawatir dicampur rasa bahagia.
Fir’aun mulai luluh karena menyadari bahwa istrinya menyayangi anak itu seperti
anaknya sendiri, apalagi pernikahan mereka belum mendapatkan keturunan.
Kisah Nabi Musa Bertemu Ibu
Kandungnya
Istri Fir’aun tampak bahagia setelah keputusan yang diambil oleh
suaminya. Namun karena bukan ibu kandung, ia mulai mendapat masalah lantaran
Musa mulai kelaparan dan membutuhkan susu. Kemudian Fir’aun berkata:
“Datangkanlah kepadanya wanita yang menyusui dari istana”. Sayang, dari kesemua
wanita yang dipanggil, bayi Musa selalu menolak untuk disusui. Melihat hal
tersebut, istiri Firaun makin sedih dan menangis karena tidak tahan melihat
penderitaan bayi yang baru ditemukannya itu. Ia dilanda kekalutan dan kebingungan
apa yang harus dilakukannya.
Tibalah saat ibu kandung Musa merindukan anaknya yang ia buang
ke sungai Nil. Ia juga mendengar kabar bahwa ada bayi laki-laki yang ditemukan
pihak kerajaan dan dipelihara oleh permaisuri kerajaan.
Allah SWT menaruh kedamaian dalam hatinya: “Pergilah dengan
tenang ke istana firaun dan berusahalah untuk mendapatkan berita tentang Musa
dan hendaklah engkau hati-hati agar jangan sampai mereka mengetahuimu.”
Didorong rasa rindu, ia lalu berusaha pergi ke istana Fir’aun untuk mendapatkan
berita tentang bayinya.
Kemudian ia pergi dengan tenang. Ia bisa melihat nabi Musa dari
kejauhan dan mendengarkan suara tangisannya. Ia melihat mereka dalam keadaan
kebingungan lantaran mereka tidak mengetahui bagaimana menyusuinya.
Ibu Nabi Musa mendekati para pengawal istana dan menawarkan diri
supaya diberi kesempatan untuk membawa seseorang yang bisa menyusui bayi itu.
Disampaikanlah ke istri Fir’aun dan ia menjawab kalau orang itu bisa maka ia
akan memberi imbalan yang sangat besar.
Maka si ibu yang sebetulnya adalah ibu kandung Musa akhirnya
menyusuinya dan Nabi Musa mulai tenang. Melihat hal itu, istri Fir’aun sangat
gembira dan menyuruh ibu tersebut membawa Musa ketempatnya hingga waktu
menyusuinya selesai. Istri Fir’aun berpesan, jika sudah selesai, ia meminta
Musa untuk segera dikembalikan ke istana. Itulah cara Allah Yang Maha Adil dan
Maha Kuasa mengembalikan Nabi Musa ke dekapan ibunya.
“Dan menjadi kosonglah hati ibu Musa. Sesungguhnya hampir saja
ia menyatakan rahasia tentang Musa, seandainya tidak Kami teguhkan hatinya,
supaya ia termasuk orang-orang yang percaya (kepada janji Allah). Dan
berkatalah ibu Musa kepada saudara Musa yang perempuan, “Ikutilah dia”. Maka
terlihatlah olehnya Musah dari jauh, sedang mereka tidak mengetahuinya, dan
Kami cegah Musa dari menyusu kepada perempuan-perempuan yhang mau menyusui-nya
sebelum itu; maka berkatalah saudara Musa: “Maikah kamu Aku tunjukkan kepadamu
Ahlubait yang akan memeliharanya untukmu dan mereka dapat berlaku baik
kepadanya. Maka Kami kembalikan Musa kepada ibunya, supaya senang hatinya dan
tidak berduka cita dan supaya ia mengetahui janji Allah itu benar, tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.” (Qs. 28 : 10 – 13)
Setelah proses menyusui selesai, Musa dikembalikan lagi ke
istana. Nabi Musa tumbuh dan dididik di istana termegah itu di bawah bimbingan
dan penjagaan Allah SWT. Pendidikan Nabi Musa dimulai di rumah Fir’aun di
mana di dalamnya terdapat ahli pendidikan dan para pengajar. Mesir saat itu
merupakan negeri yang besar di dunia dan Fir’aun sebagai raja yang paling kuat.
Karena itu dengan mudah Fir’aun mampu mengumpulkan para pakar pendidikan dan
para cendekiawan.
Nabi Musa tumbuh di istana Fir’aun. Beliau mempelajari ilmu
hisab, ilmu bangunan, ilmu kimia dan bahasa. Beliau juga dalam bimbingan agama
yang benar sehingga ia menepis semua anggapan jika Fir’aun itu Tuhan. Hingga
suatu ketika tiba waktu Nabi Musa juga mengetahui bahwa sebenarnya ia
bukanlah anak kandung Fir’aun.
Singkat kisah, ada suatu masa kejadian dimana Musa sempat
membunuh seseorang. Kejadiannya terjadi saat Musa melepaskan diri dari pengawal
dan pergi ke kota. Nabi Musa melihat perkelahian dan berniat untuk melerai
kedua orang yang berkelahi itu. Namun tanpa disengaja, Musa malah membunuhnya.
Kemudian nabi Musa berdoa kepada Allah dan berkata:
“Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku maka
ampunilah aku.”
Allah yang maha pengampun mengampuninya. Peristiwa ini
dikisahkan dalam Alquran:
Allah berfirman: “Dan setelah Musa sudah cukup umur dan sempurna
akalnya. Kami berikan kepadanya hikmah kenabian dan pengetahuan. Dan
demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Dan Musa
masuk ke kota (Memphis) ketika penduduknya sedang lemah, maka didapatinya di
dalam kota itu dua orang laki-laki yang berkelahi; yang seorang dari
golongannya (Bani Israil) dan seorang lagi dari musuhnya (kaum Fir’aun).
Maka orang yang dari golongannya meminta pertolongan darinya, untuk
mengalahkan orang yang dari musuhnya lalu Musa meninjunya, dan matilah musuhnya
itu.
Musa berkata: “Ini adalah perbuatan setan. Sesungguhnya setan
adalah musuh yang menyesatkan lagi (permusuhannya). Musa berdoa: “Ya Tuhanku,
sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri karena itu ampunilah aku.”
Maka Allah mengampuninya, sesungguhnya dialah Yang Maha
Pengampun lagi Maha Penyanyang.
Musa berkata: “Ya Tuhanku, demi nikmat yang engkau anugerahkan
kepadaku, aku sekali-kali tiada akan menjadi penolong bagi orang-orang yang
berdosa.”
Nabi Musa adalah cermin lain dari Nabi Ibrahim. Kedua dari
kalangan Ulul Azmi. Tetapi Nabi Ibrahim merupakan cermin kesabaran dan
kelebutan sementara itu Nabi Musa merupakan cermin dari kekuatan dan
keperkasaan.
Nabi Musa pergi tanpa
tahu arah tujuan. Beliau hanya berjalan mengikuti langkah kakinya dengan rasa
cemas dan khawatir karena takut dikejar oleh tentara Fir’aun. Saat beliau
beristirahat, beliau melihat dua orang gadis yang tengah berebut air untuk
hewan ternaknya. Kemudian Nabi Musa membantunya untuk mengambil air dan
meminumkannya kepada ternak-ternaknya. Setelah kedua gadis itu pulang, ia
kembali lagi menjumpai Nabi Musa dan mengundangnya untuk ke rumah. Ternyata
kedua gadis itu adalah putri Nabi Syu’aib.
Setelah bertemu
dan dijamu dengan penuh hormat, kemudian beliau menceritakan apa yang terjadi
dengan dirinya, bahwa ia sedang dikejar oleh tentara Fir’aun, maka berkatalah
Nabi Syu’aib: “Janganlah
takut, sesungguhnya engkau telah lepas dari kaum yang zalim“.
Nabi
Syu’aib menawarkan kepada Nabi Musa untuk mengambil salah seorang dari putrinya
agar dijadikan sebagai istrinya. Dalam Surat Al-Qashash ayat 27 dijelaskan:
Berkatalah dia (Syu’aib): “Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan
kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja
denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah
(suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu
Insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik“.
Akhirnya Nabi Musa
menerima dan menyetujui tawaran Nabi Syu’aib. Maka kawinlah ia dengan
salah satu putri Nabi Syu’aib.
Mukjizat Nabi Musa
Nabi Musa menikahi anak gadis Nabi Syu’aib bernama Shafura. Dari
sinilah berawal turunnya wahyu dan mukjizat Allah SWT kepadanya.
Dalam pernikahan tersebut terdapat sebuah perjanjian yang
mengharuskan Nabi Musa bekerja untuk Nabi Syu’aib selama 10 tahun. Ternyata,
sepuluh tahun waktu yang dihabiskan oleh Nabi Musa bekerja untuk Nabi Syu’aib
di Madyan merupakan suatu ketentuan yang dirancang oleh Allah SWT. Karena
sebelum datangnya wahyu itu perlu adanya persiapan mental dan moral, dari
situlah Nabi Musa memperkuat diri untuk menerima wahyu yang datang langsung
dari Allah tanpa perantara seorang malaikat.
Pada akhirnya, datang waktu Musa memutuskan kembali ke Mesir.
Meski tahu berbahaya bagi keselamatan dirinya dan istrinya, Musa tetap
memutuskan melakukan perjalanan.
Musa mulai mendapatkan kesulitan karena sempat tersesat. Tapi
karena tersesatnya itu, ia melihat sebuah api. Lalu ia berfikir ingin
mendapatkannya untuk dijadikan obor penerang jalan. Musa meninggalkan istrinya
sebentar untuk mendapatkan api itu. Namun tiba-tiba saja, Musa mendengar sebuah
suara dari api tersebut yang ternyata wahyu dari Allah SWT.
“Maka tatkala dia tiba di (tempat) api itu, diserulah dia:
‘bahwa telah diberkati orang-orang yang berada di dekat api itu, dan
orang-orang yang berada di sekitarnya. Dan maha suci Allah, Tuhan semesta
alam’. (Qs. 27 : 8)
Lalu Allah berfirman kepadanya: Sesungguhnya aku inilah Tuhanmu,
maka tinggalkanlah kedua terompahmu (sendal), sesungguhnya kamu berada di
lembah yang suci, Thuwa’ (Qs. 20 : 12). Lembah tempat Nabi Musa as berdiri
adalah lembah Thuwa’. Nabi Musa as meletakkan kedua tangannya di atas kedua
matanya karena saking dahsyatnya cahaya. Nabi Musa as ruku’ dan melepas kedua
sandalnya, kemudian Allah SWT kembali berkata:
“Dan aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan
diwahyukan (kepadamu). Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang
hak) selain aku, maka sembahlah aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat aku.
Sesungguhnya hari kiamat itu akan datang. Aku merahasiakan (waktunya) agar
supaya tiap tipa dari itu dibalas dengan apa yang diusahakan. Maka sekali-kali
janganlah kamu dipalingkan darinya oleh orang yang tidak beriman kepadanya dan
oleh orang yang mengikuti hawa nafsunya, yang menyebabkan kamu binasa. “(Qs. 20
: 13 – 16)
Allah bertanya tentang apa yang dipegang oleh Musa (Tongkat) dan
menyuruhnya untuk melemparkan benda tersebut ke tanah. Dengan kebesaran Allah,
tongkat itu berubah menjadi ular. Tongkat ini jugalah awal dimana Allah
menyerukan Nabi Musa untuk menemui Fir’aun. Inilah mukjizat pertama Allah
kepada Musa As.
“Dan lemparkanlah tongkatmu,” maka tatkala (tongkat itu menjadi
luar) dan Musa melihatnya bergerak-gerak seperti seekor ular yang gesit.
Larilah ia berbalik ke belakang tanpa menoleh. “Hai Musa, janganlah kamu takut,
sesungguhnya orang menjadi rasul, tidak takut di hadapanku.” (Qs 27 :10)
Kemudian Allah SWT memerintahkannya untuk pergi menemui Firaun
dan berdakwah kepadanya. Dengan adanya ketakutan, Nabi Musa berdoa kepada Allah
agar diberi kemudahan dan kekuatan.
Dalam melaksanakan dakwahnya. Allah pun menjamin keselamatan
utusannya dengan berjanji tidak ada seorang pun yang bisa menyakiti Musa.
Allah SWT berfirman:
“Maka datanglah kamu berdua kepadanya (firaun) dan katakanlah :
“sesungguhnya kami berdua adalah utusan Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israil
bersama kami dan janganlah kamu menyiksa mereka.” (Qs. 20 : 47)
Berdua disini maksudnya bersama Nabi Harun. Seperti diceritakan
dalam kisah Nabi Harun, Nabi Musa memang secara khusus meminta kepada Allah SWT
agar saudaranya Harun diangkat menjadi Nabi untuk membantunya berdakwah karena
keunggulannya fasih dalam berbicara/berdakwah.
Maka dari itu, Nabi Musa menjelasakan kepada Fir’aun
tentang siapa sebenarnya Allah SWT, tentang Rahmat-Nya, tentang surga-Nya, dan
tentang kewajiban mengesankan-Nya dan menyembah-Nya. Namun Fir’aun malah
mengejek Musa dan berkata bahwa nabi Musa as adalah tukang sihir.
Lalu Fir’aun mengumpulkan tukang-tukang sihirnya untuk
bertanding melawan Nabi Musa as di suatu area yang telah ditentukan waktu dan
tempatnya. Di antara mereka ada yang melemparkan tali, tongkat, maka berubahlah
tongkat dan tali itu menjadi ular yang menjalar. Lalu nabi Musa merasa takut,
karena telah dikelilingi ular-ular yang berbisa.
Lalu Allah memerintahkan kepada Musa dengan firmanNya:
“Lemparkanlah tongkat yang di tangan kananmu, nanti berubah
menjadi ular yang besar yang akan menelan segala perbuatan mereka itu,
sesungguhna kerja mereka itu adalah tipu daya tukang sihir saja dan sekali-kali
tidaklah akan menang tukang sihir itu, bagaimanapun juga.”
Akhirnya, semua ahli sihir termasuk istri Fir’aun, Siti Aisah
tunduk kepada Nabi Musa. Karena melihat tukang sihirnya dan istrinya telah
beriman kepada Nabi Musa, Fir’aun dirasuki amarah yang begitu besar sehingga
isterinya disiksa hingga meninggal, demikian juga orang-orang yang iktu beriman
kepada Allah disiksa dengan sangat berat.
Sadar kondisi tidak terkendali, Akhirnya Nabi Musa as
bersama-sama orang yang beriman pergi keluar dari Mesir. Tapi Fir’aun dan
pasukannya mengejar Nabi Musa hingga ke laut merah.
Disitulah, datang mukjizat Allah lainnya kepada Nabi Musa.
Dengan kebesaran dan izin-Nya, Allah memerintahkan Musa untuk membelah lautan
dengan tongkatnya demi menghindari kejaran Fir’aun. Subhanallah, laut pun
berubah menjadi jalan besar dan membelah menjadi dua untuk dilalui Nabi Musa as
bersama para pengikutnya.
Beruntung bagi Musa sial untuk Fir’aun. Ketika Fir’aun dengan
bala tentaranya mengejar dari belakang dan ketika mereka sampai di pertengahan
laut, dengan kekuasaan Allah air laut pun kembali menjadi satu. Fir’aun bersama
pasukannya ditenggelamkan oleh Allah hinga akhirnya semua tewas.
“Maka Fir’aun dengan bala tentaranya mengejar mereka, lalu
mereka ditutup oleh laut yang menenggelamkan mereka.” (Qs. 20 : 78)
Riwayat Nabi Musa Menampar
Malaikat
Riwayat ini menceritakan saat Malaikat Maut yang menyamar
sebagai manusia ingin mencabut nyawa Nabi Musa. Namun ketika ingin dicabut
nyawanya, Nabi Musa malah menampar Malaikat yang mengakibatkan kedua matanya
menjadi buta.
Kisah ini diceritakan dari kitab karya Imam Bukhari tentang
kisah akan wafatnya Nabi Musa. Diceritakan bahwa pada suatu masa Malaikat Maut
mendatangi Nabi Musa.
“Wahai Nabi Alllah, penuhilah panggilan Rabb-Mu,” kata Malaikat
Maut yang menyamar sebagai manusia.
Ketika mendengar perkataan tersebut, Nabi Musa tiba-tiba saja
menampar malaikat Maut itu hingga kedua matanya buta. Malaikat Maut itu
kebingungan dan akhirnya kembali lagi menghadap kepada Allah SWT.
“Ya Allah, Engkau telah mengutusku kepada seorang hamba yang
tidak menginginkan kematian,” kata Malaikat.
Setelah kejadian itu, kemudian Allah SWT mengembalikan
penglihatan malaikat tersebut dan menyuruhnya untuk kembali menemui Nabi Musa.
Dengan perantaraan malaikat tersebut, Allah SWT memberi syarat kepada Nabinya
tersebut apabila ingin menunda kematian.
“Wahai Nabi Allah, Allah SWT telah menyuruhku agar menyampaikan
berita ini. Kalau engkau ingin menunda kematian, maka engkau harus meletakkan
tanganmu di punggung sapi jantan, kemudian sejumlah bulu yang tertutupi tangan
itu engkau akan diperpanjang umurnya selama 1 tahun,” kata Malaikat Maut.
“Wahai malaikat, kemudian apa setelah hitungan itu?” tanya Nabi
Musa as.
“Kemudian kematian,” jawab malaikat.
Mendengar penjelasan itu, Nabi Musa as memilih untuk tidak
menunda kematian.
“Maka sekarang saja kematianku datang tanpa diundur lagi,” ujar
Nabi Musa.
Selanjutnya Nabi Musa as berdoa kepada Allah SWT untuk
mendekatkan dirinya kepada Tanah Suci (Baitul Maqdis) sejarak lemparan batu. Di
tempat itulah Nabi Musa as meninggal dunia dengan tenang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar